Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pembentukan Akhlakul Karimah


Faktor terpenting dalam mendidik seorang anak salah satunya adalah faktor-faktor yang membentuk akhlak anak. Faktor tersebut berfungsi untuk menentukan apakah perilaku seseorang tersebut baik atau buruk. Faktor faktor itu pun dapat mempengaruhi seseorang melaksanakan tingkah laku baik ataupun buruk.

Pembentukan Akhlak


Faktor-faktor dalam pembentukan akhlak adalah instink, keturunan, lingkungan, kebiasaan, kehendak dan pendidikan.
1.           Insting
Insting dapat dikatan juga sebagai naluri yang merupakan pola adalam berperilaku yang tidak bisa dipelajari karena insting ada sejak manusia lahir.
Dapat juga diartikan dengan segala sesuatu yang diperbuat manusia merupakan kehendak yang digerakkan naluri. Naluri adalah sifat pembawaan asli dalam manusia.
Dalam ilmu akhlak pemahaman mengenai insting sangat penting, karena dalam suatu masalah diperlukan penyelidikan mengenai latar belakang kejiwaan seseorang yang mempengaruhi seseorang berbuat buruk, bukan hanya menyelidiki tindakan manusia sejak lahir saja.


Para ahli psikologi, menjelaskan bahwa berbagai Instink manusia yang mendorong berbuat tingkah laku antara lain:
a.         Nutritive Instinct (Naluri biakan)
Manusia lahir sudah memiliki sifat seperti keinginan untuk makan tanpa diperintah oleh orang lain, seperti halnya bayi yang baru lahir akan langsung meraba dan mencari air susu ibunya tanpa diperintah siapapun.
b.        Seksual Instinct (Naluri berjodoh)
Seorang perempuan akan menginginkan sosok laki-laki dan seorang laki-laki aakan menginginkan perempuan.


c.         Paternal Instinct (Naluri keibubapakan)
Kasih sayang orang tua kepada anaknya, seperti contoh seorang ibu setelah menderita saat melahirkan akan mengasuh bayinya dengan penuh kasih sayang.
d.        Combative Instinct (Naluri berjuang)
Naluri untuk menghadapi rintangan dan mempertahankan sesuatu yang dimilikinya dari gangguan serta sikap dalam membela diri apabila diserang musuh.


e.         Naluri ber Tuhan
Naluri dalam bersikap mencari serta merindukan sosok pencipta yang dianutnya yang dihubungkan dengan hidup beragama.[1]
Selain itu juga ada instink keinginan untuk memiliki, instink ingin tahu serta memberi tahu informasi, instink senang bergaul, instink takut serta instink meniru. Naluri memiliki dua makna, dapat merusak diri dan dapat menjadi manfaat besar dalam diri seseorang tergantung cara mengekspresikannya. Seperti halnya dalam naluri makan, apabila tidak ada halangan dalam makan, seseorang dapat makan dengan sepuasnya tanpa memikirkan halal haramnya begitupun juga dalam keinginan hawa nafsu, islam telah menjelaskan bahwa sebaiknya naluri dituangkan dengan makan dan minum yang baik, halal, dan suci dan tidak menuruti hawa nafsu. Sebagaimana Allah berfirman dalam Qs. al-baqarah­ (2): 168 :
يَٰٓأَيُّهَاٱلنَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِي ٱلۡأَرۡضِ حَلَٰلٗا طَيِّبٗا وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ
إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوّٞ مُّبِينٌ ١٦٨
Artinya: Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik, yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu. (Q.S al-Baqarah (2): 168)


Dari penjelasan ayat diatas dapat diketahui bahwa kekuatan naluri seseorang satu dengan yang lainnya itu berbeda sehingga kekuatan pendorong dalam melakukan sesuatu antar manusia akan berbeda pula.
2.           Keturunan
Seperti pepatah yang pada umumnya bahwa buah jatuh tidak jauh pohonnya. Hal seperti ini dapat ita lihat pada sifat anak yang tidak jauh dari sifat kedua orangtuanya. Ada juga yang menyatakan bahwa cabang itu menyerupai pokoknya dan pokok itu akan melahirkan yang serupa atau hampir serupa dengannya. Perpindahan sifat dari orang tua ke anak atau dari pokok ke cabang inilah yang disebut keturunan.
Banyak orang yang menyebutkan pengertian keturunan diantaranya:Turunan ialah suatu kekuatan yang membuat anak sesuai dengan gambaran orangtuannya. Ada pula yang menyatakan bahwa turunan adalah persamaan antara pokok dan cabang.


Selain pengertian diatas yang hampir sama maknanya, ada pula yang tidak setuju dengan pengertian itu karena selain ada persamaan-persamaan ada pula perbedaan-perbedaan yang membuat jauh antara orang tua dan anak antara pokok dan cabang.


Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa seorang anak dapat menyerupai orang tuanya dapat juga tidak menyerupai orang tuanya. Memang anak dan orang tua memiliki perbedaan, namun perbedaan itu hanya ada pada bagian tertentu saja, melainkan keseluruhannya banyak memiliki persamaan. Hal itu karena manusia memiliki sifat yang bermacam macam baik sifat jasmaniah, rohaniah dan lain sebagainya. Bahkan anak kembarpun mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda pula.

Sifat keturunan yang berasal dari orang tua diturunkan kepada anaknya seperti sifat bawaan lahir atau sifat genetik yang secara garis besar diturunkan terdapat dua macam :
a.         Sifat jasmani
Kekebalan yang dimiliki orang tua dapat diturunkan kepada anaknya. Misalnya orang tua yang cerdas bisa saja menurunkan kecerdasan pada anaknya serta orang tua yang lemah atau sakit dapat mewariskan penyakit kepada anaknya.
b.        Sifat rohani
Tingkah laku anak dapat berasal dari kuat lemahnya ikatan batin yang diturunkan dari orang tuanya.[2]



3.           Lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang mempengaruhi tingkah laku seseorang. Seorang anak akan mempunyai akhlak baik jika hidup di lingkungan yang baik dan seorang anak akan mempunyai akhlak tidak baik jika hidup di lingkungan yang tidak baik.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar makhluk hidup. Dari kata “segala sesuatu” dapat dikatakan bahwa makna lingkungan didalamnya luas, baik lingkungan fisik seperti rumah, orang tua, sekolah, teman mainnya, maupun lingkungan psikolog seperti aspirasi, impian, konflik dan lain sebagainya.

Di lingkungan, seseorang hidup berdampingan dengan manusia lain sehingga manusia dituntut bergaul dan menimbulkan interaksi dimana interaksi dapat mempengaruhi pikiran, sifat, dan tingkah laku. Kategori dalam lingkungan terbagi atas :
a.         Lingkungan sekolah
b.        Lingkungan dalam rumah tangga
c.         Lingkungan organisasi
d.        Lingkungan pekerjaan
e.         Lingkungan pergaulan yang bersifat umum dan bebas
f.          Lingkungan kehidupan ekonomi[3]


Maka faktor lingkungan sangat menentukan pematangan perilaku dan sikap seseorang, sebagaimana dalam firman Allah:
قُلۡ كُلّٞ يَعۡمَلُ عَلَىٰ شَاكِلَتِهِۦ فَرَبُّكُمۡ أَعۡلَمُ بِمَنۡ هُوَ أَهۡدَىٰ سَبِيلٗا ٨٤
Artinya: Katakanlah (Muhammad), “Setiap orang berbuat sesuai dengan pembawaannya masing-masing.” Maka Tuhanmu (Allah) lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya. (Q.S. al-isra’ 17:84)


4.           Kebiasaan
Kebiasaan merupakan hal terpenting dalam akhlak manusia. Kebiasaan merupakan perilaku seseorang secara berulang-ulang sehingga dalam melakukannya tidak terasa sulit. Penyebab yang membentuk adat kebiasaan diantaranya, sejarah kebiasaan yang timbul karena adat berasal dari nenek moyang yang diteruskan secara turun temurun, kemungkinan juga bisa saja karena lingkungan tempat tinggalnya yang membawa dan memberi pengaruh dalam kehidupan kesehariannya.


Selain sebab diatas, terdapat dua faktor penting lahirnya adat kebiasaan, antara lain:
a.         Adanya kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang ia senangi
b.        Kebiasaan merupakan perbuatan senang yang disertai hati dan praktek yang dilakukan secara berulang-ulang.
Seseorang yang telah menerima suatu adat kebiasaan akan sulit menerima kebiasaan baru jika kebiasaan baru itu berbeda dengan pemahamannya, karena adat yang sudah dikenalnya sudah mengakar dalam pribadinya. Karena kuatnya pengaruh kebiasaan, akan menimbulkan reaksi yang cukup keras jika seseorang dipaksa menerima kebiasaan baru.


Untuk mengubah kebiasaan-kebiasaan tersebut, menurut ahli etika terdapat beberapa cara diantaranya:
1)             Harus terdapat niat yang teguh dan kemauan yang kuat untuk mengganti adat yang sudah lama dengan yang baru.
2)             Harus ada keyakinan bahwa adat baru juga sama baiknya dengan adat yang lama.
3)             Daya penolak harus selalu dihidupkan terhadap adat lama dan daya tarik terhadap adat baru juga harus selalu dinaikkan.
4)             Selalu mempergunakan kesempatan yang baik saat melaksanakan kebiasaan baru.
5)             Selalu berusaha dan tidak sekali-sekali menyalahkan adat baru.[4]

5.           Kehendak
Kehendak adalah faktor penggerak seseorang agar dapat berperilaku dengan benar. Dengan demikian seseorang akan mengerjakan hal yang berat dan hebat sekalipun karena kekuatan kehendaknya.
Kehendak dapat mendorong seseorang menjadi manusia yang berakhlak. Dengan kehendaklah manusia terdorong melakukan usaha dan bekerja, tanpa kehendak semua pengetahuan, keyakinan, gagasan, tak mempunyai arti apa-apa.
Kehendak juga dapat membuat seseorang menentukan baik buruknya perbuatan, oleh karena itu dapat muncul nilai baik dan nilai buruk. Sehingga setiap perbuatan baik dan buruk seseorang pasti atas kehendaknya sendiri.


Menurut Dr. H. Hamzah Ya’qub, terkadang kehendak dapat terkena penyakit antara lain:
a.         Kelemahan kehendak
Kelemahan kehendak seseorang terjadi karena mudah takluk dari hawa nafsunya, menyerah kepada pengaruh-pengaruh jelek lingkungannya, mudah terpengaruh pada hal-hal yang jelek. Oleh karena itu timbul rasa malas dan lemahnya seseorang untuk bertindak.
b.        Kehendak kuat yang salah arah.
Kehendak seseorang yang menimbulkan kedurhakaan dan kerusakan. Misalnya, kehendak seseorang untuk merampok bank.[5]
Obat dari penyakit kehendak kuat yang salah arah dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1)             Memperkuat kehendak yang lemah dengan melakukan latihan. Dengan melatih jiwa dengan hal-hal yang berat akan membuat kehendak menjadi lebih kuat.
2)             Jangan membiarkan kehendak yang baik lolos dan hilang tanpa pelaksanaan, apabila sudah berkehendak maka harus setia dengan rencana itu.
3)             Lebih mawas diri jika ada kehendak yang kuat tetapi dalam perbuatan yang buruk, sehingga mempertimbangkan fikiran dengan memberikan teguran bahwa itu perbuatan jelek. Dengan demikian kehendak yang salah akan diluruskan agar kembali pada kebenaran.[6]


6.           Pendidikan
Selain faktor-faktor lainnya, pendidikan merupakan salah satu faktor dalam pembentukan akhlak. Dalam pendidikan anak dapat menyalurkan serta mengembangkan minat dan bakatnya agar bermanfaat untuk dirinya dan masyarakat.
Pendidikan juga ikut serta dalam pematangan kepribadian seseorang, maka perilaku seseorang akan sesuai dengan pendidikan yang telah diterimanya. Pendidikan formal yang biasanya diterima seperti di sekolah dan pendidikan non formal yang diberikan oleh orang tua di rumah.


Faktor pendidikan yang dapat mempengaruhi mental sebaiknya tidak hanya dilakukan oleh pihak guru dan murid saja, melainkan lingkungan sekolah, pergaulan-pergulannya, etika keseharian yang dapat memberikan contoh melalui alat indranya seperti gambar-gambar, video, buku, dan lain-lain. Dalam melaksanakan pendidikan, etika-etika yang baik menjadi akhlak si anak. Sebaiknya teori teori dapat terwujud dan tercermin dalam kehidupan anak.


Sistem akhlak dapat disampaikan dan diajarkan dengan melalui dua pendekatan:
a.         Rangsangan jawaban (stimulus response) sebagai proses pengkondisian atau proses secara otomatis, dengan cara sebagai berikut:
1)             Melalui mencontoh.
2)             Melalui latihan.
3)             Melalui tanya jawab.
b.        Kognitif, dengan penyampaian pengetahuan (teori) secara teoritis, dengan cara sebagai berikut:
1)             Melalui ceramah
2)             Melalui diskusi
3)             Melalui dakwah, dan lain-lain.[7]


[1] Ali Mas’ud, Akhlak Tasawuf  (Jakarta: CV. Dwiputra Pustaka Jaya, 2012), hlm.40
[2] Ali Mas’ud, Akhlak Tasawuf  (Jakarta: CV. Dwiputra Pustaka Jaya, 2012), hlm.43
[3] Ibid, hlm.44
[4] Ali Mas’ud, Akhlak Tasawuf  (Jakarta: CV. Dwiputra Pustaka Jaya, 2012), hlm. 46
[5] Ali Mas’ud, Akhlak Tasawuf  (Jakarta: CV. Dwiputra Pustaka Jaya, 2012), hlm.47
[6] Ibid.
[7] Ali Mas’ud, Akhlak Tasawuf  (Jakarta: CV. Dwiputra Pustaka Jaya, 2012), hlm.49