Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Energi Menjalin Silaturrahim dan Kebersamaan

Manusia merupakan makhluk terindah dari ciptaan Allah tuhan semesta alam. Bentuk khas, menawan dan mempesona pada manusia menjadikan manusia sebagai makhluk yang unggul diantara makhluk yang ada di bumi ini dengan bekal “akal budi” yang tidak diberikan pada makhluk yang lain. Ini menunjukkan bahwa manusia haruslah memiliki jiwa “kasih dan sayang” akan sesama makhluk lainnya, dengan usaha selalu menjalin silaturrahim antar sesama dalam hal kebaikan, tolong menolong, maupun membantu bahkan hubungan sosial, emosional serta keterikatan batiniah (muslim yang satu dengan yang lainnya bagaikan satu bangunan yang saling menguatkan), dalam satu langkah tindakan untuk sebuah tujuan, harapan dan cita-cita bersama.

Energi Menjalin Silaturrahim dan Kebersamaan


Realitas menunjukan, bahwa manusia tidak bisa lepas dengan manusia yang lain yang saling membutuhkan, dan memerlukan, meskipun ia berasal dari berbagai suku, agama, ras, hingga warna kulit dan golongan serta status kelas sosial. Esensialitas keberadaan manusia sesungguhnya ialah nilai-nilai yang terwujud dalam tindakan, perilaku, sikap dan perbuatan manusia yang berguna, bermanfaat bagi bagi sesama. Status, darajat, level bahkan penyematan jabatan menjadi hal akhir manakalah kita kembali memahami firman tuhan berbunyi “orang yang paling baik diantara kalian adalah orang yang paling bertakwa”. Berarti bentuk-bentuk pelapisan yang ada dalam stratifikasi sosial masyarakat yang tersemat dalam diri tiap individu merupakan justifikasi penyebutan bagi manusia yang miskin hakikat makna.

Era modernisasi mengharuskan manusia memiliki berbagai standar-standar capaian dari isi pikiran manusia LAIN, yang menjadikan mereka menerima keberadaan diri untuk diakui, sehingga ia berupaya semaksimal mungkin untuk bisa sejajar, bahkan unggul di atas yang lain dengan predikat-predikat keberhasilan berupa kepemilikan berbagai kekayaan dari unsur kebendaan seperti, mobil, rumah, tanah, gedung, perusahaan, pabrik, hotel bahkan kalau bisa ia membeli lautan bahkan daratan sampai gunung-gunung ia ambil semua, kalu bisa!. Sehingga mengabaikan hak dan kesejahtaraan bagi kelangsungan hidup sekitarnya.

Masyarakat kita perlu mengkaji ulang sebuah primordial yang ada di lingkungan sosial dengan memahami dan memaknai substansi isi yang ada dengan menelaah dasar bahwa sesungguhnya sesuatu yang ada dalam kebendaan ini sifatnya tiada kekal dan akan memusna dengan berjalannya waktu. Hikmah pelajaran dari sebuah laku manusia adalah untuk selalu mengamati proses yang ada dilingkungan sekitarnya untuk diobservasi, dikaji dan dipahami keberbedaannya. Sehingga dapat memberikan makna pembuktian adannya kebesaran tuhan yang maha agung dalam menciptakan alam ini. Melihat hewan, tumbuhan dan makhluk besar dan kecil yang ada di bumi (melata) baik didaratan dan lautan, yang mampu menjadikan kita untuk sadar diri sebagai manusia lemah & kadang begitu sombongnya kalau di titipan tuhan berupa harta ilmu, dan kekayaan bahkan fisik sehat hingga jabatan, sampai lupa daratan.

Pesan moral tertinggi dalam kajian perspektif agama mengajarkan hal utama dalam sebauah ritualitas keibadahan dengan keutamaan perbuatan yaitu 1). Menunaikan ibadah sholat pada waktu, 2). Berbakti kepada orang tua (birul wal lidain), 3). Berjuang di jalan Allah (wal jihadu fisabillilah), 4). Dan menyambung tali silaturrahim dengan orang tua (utama), guru, kiai, ulama, dosen bahkan dengan tetangga bahkan orang lain sesama agama maupun beda agama. Ini menaandaskan kesalehan sosial sangatlah utama dan penting, sehingga aspek agama, sosial bahkan hukum tata kehidupan harus dijunjung tinggi.

Keberadaan kita mengindikasikan bahwa, kita sebagai makhluk yang diciptakan dari tanah atas nama manusia harus memahami dan mengerti serta sadar diri, karena kita hidup bagaikan pepata jawa “mampir ngombe” (mampir minum), setelah itu kita bakal menuju tujuan yang utama “illah alallahi bii khalbin salim” dengan ujian yang begitu rumit dan ruwetnya kehidupan yang kita lakonkan masing-masing. Kadang kita selalu merasa tepat padal esensinya kita belum benar dalam melakukan, memahami dan mengerti sehingga kita selalu membenarkan apa yang kita lakukan & perbuat yang berakibat pada pencederaan diri maupun lingkungan.

Semua manusia memiliki hubungan satu dengan yang lain, tanpa bisa lepas dengan adanya simbiosis mutualisme hidup yang begitu indah dan bahagianya. Ini semua berangkat dari adanya jalinan komunikasi yang baik dan benar serta tepat yang akan bermanfaat bagi dirinya dan orang lain, bahkan bagi laki-laki tiada bisa hidup tanpa adanya perempuan sebagai pasangan yang sudah dipersiapkan Allah SWT yang menciptakan, dengan adanya peran-peran masing-masing dalam konstelasi kehidupan ini, seyogyanya kita mampu memahami betapa penting peran orang lain dan silaturrahim ini di kehidupan. Sehingga tercipta keharmonisan dan kesejukan serta umat yang satu.

Jalinan silaturrahim memberikan imunitas pada kita tentang makna kekuatan rejeki yang kita peroleh, banyak orang yang membangun komunikasi/silaturrahim yang ia lakukan kemudian mendapatkan kemudahan dan pertolongan dari orang lain saat dalam kesulitan, kerumitan. Beda dengan orang yang memutus silaturrahim, memutus hubungan ia akan mengalami problem sosial yang ia ciptakan sendiri berupa masalah besar utamanya aspek rejeki, hal ini kita bisa melihat bagaimana kondisi orang-orang yang hidup dikota-kota besar jauh dari keluarga, sanak, kerabat bahkan saudara yang berdampak pada hubungan komunikasi mereka merenggang dan menjauh.

Oleh karena itu, persatuan dan kebersaman dalam sebuah jalinan keluarga, masyarkat dan kelompok lapisan sosial yang ada di masyarakat sangat memberikan energi positif dalam membangun kehidupan seseorang, apabila ia mampu untuk selalu menjaga keharmonisan, ketentraman, perdamaian dan ketenangan, maka ini sesuai dengan risalah nabi kita Muhammad SAW, bahwa dengan menjaga tali silaturrahi, maka kita akan mendapatkan kemudan dalam memperoleh rejeki, muda dalam urusan apapun sesama manusia yang memiliki arti, makna dan hakikatnya tanpa harus hidup selalu individualistik, apatistik yang selalu menampilkan kepentingan diri sendiri tanpa menengok orang yang ada di sekitar. Apakah mereka membutuhkan saya?... Manusia tidak bisa hidup sendiri sehebat, sepandai, secerdas, segenius apaun yang ia memiliki, tetap membutuhkan orang dekat, maupun sahabat bahkan sampai ia meninggalpun perlu orang lain yang menguburkan ketempat peristirahatannya terakhir (kuburan). Hal ini tidak bisa di elak!, tanpa di sadari kadang kita mengelak, padahal keyataannya sudah jelas.

Sebagaimana disampaikan salah satu sahabat, kawan, teman dan saudara terbaik saya, bahwa perlu menyukuri hidup mas, dengan bersyukur hidup kita akan merasa tentram, bahagia, aman, sentosa, berkah dan bermakna tanpa harus selalu khufur saja!...tiada henti-henti, yang tidak menjadikan kehidupan semakin nikmat malah menjadi balak kharmah yang menggersangkan hati, jiwa, pikiran kita untuk selalu menuntut lebih pada tuhan, tanpa harus memperhatikan nikmat tuhan yang sudah diberikan atau bahkan tanpa melihat lingkungan sekitar kita banyak orang-orang di bawah yang kekurangan (tidak mampu secara ekonomi) dibandingkan kita.

Kebersyukuran bisa dibuktikan dengan sebuah tindakan nyata dalam sebuah perilaku yang tidak membanggakan diri dalam sikap berlebihan. Penampilan apa adanya merupakan sosok bawaan yang ada dalam diri manusia yang tidak harus di buat-buat agar tidak membohongi dirinya sendiri yang akan menyengsarahkan dirinya dengan mengorbankan setiap eksistensi hakikat awal dalam tujuan kehidupan ini, sebagai makhluk tuhan yang diharapakan dapat mengabdikan diri untuk selalu kuat dan sabar dalam mengatasi setiap masalah. Masalah terbesar manusia ialah ketidak pede'an nya dalam menghargai dan menghormati diri sendiri bahwa ia mampu dan bisa tampil di atas rata dalam menumbuhkan sikap, perilaku yang termanifestasikan dalam fitranya melalui internalisasi jalinan kasih sayang, cinta kasih akan sesama dan tidak menjalin permusuhan yang selalu membawah sebuah persoalaan kepada yang hal negatif, maka marilah kita selalu mawas diri.

By : Taseman