Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

TANTANGAN POLA ASUH ANAK USIA DINI? ABAD 21

PAUD adalah jenjang pendidikan sebelum masuk jenjang pendidikan dasar yang merupakan peletak fondasi dasar dari lahir sampai usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan (stimulus respon) untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani maupun rohani agar siap dalam menghadapi jenjang selanjutnya yaitu pendidikan formal, informal dan non formal. (id.wikipedia.org), PAUD merupakan pendidikan yang menitik beratkan pada peletakan 5 dasar perkembangan yaitu perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan terkait kognitif (daya pikir, daya cipta), sosio emosional (sikap dan emosi), Bahasa dan komunikasi. (permendiknas no 58 tahun 2009). Itu semua yang dikembangan pada pendidikan anak usia dini.

Tantangan Pola Asuh ANAK USIA DINI? abad 21


Pendidikan anak usia dini/dasar dibutuhkan dalam mengembangkan potensi yang dinamakan masa emas (the golden age). Pada masa tersebut anak membangun potensi pertumbuhan dan perkembangan dirinya (sensitive periods) dari stimulus lingkungan sekitarnya dengan dukungan 50% pada usia 1-4 tahun, saat dewasa ia menerima 30%, kemudian peningkatan selanjutnya pada usia 8 tahun dan 20% sisanya pada masa pertengahan dan akhir dasawarsa kedua kehidupan manusia.

Peran central orang tua dalam keberlangsungan mengawal pendidikan bagi anak usia dini/dasar sangat menentukan utamanya pola asuh saat masih usia 1 sampai 2 tahun hingga tiga tahun, dimana pada masa itu anak akan dibentuk oleh kehidupan dari pola asuh ibu bapaknya, kasih dan sayang, bahagia, susah, senang dan gembira sangat diharapkan serta proses asupan gizi dan proses perkembangan dan pertumbuhan anak harus diperhatikan. Tidak hanya disitu dimensi yang lainpun melekat pada anak terdiri dari dimensi-dimensi perkembangan anak usia dini antara lain emosi, disiplin, moral, konsep diri, sosial, kognitif, motoric dan jasmani (Jane P. Perry: 2001).

Pertumbuhan dan perkembangan terus berlanjut hingga usia dewasa sesuai usia perkembangan fisik, sosial, emosi, kognitif dan spiritual anak, dimana aspek perhatian dan didikan orang tua serta pengaruh lingkungan sangat besar sehingga dibutuhkan peran besar keluarga dalam proses tumbuh kembang anak, sebagaimana anak masih bayi ia mulai merangkak hingga bisa bergerak dan berjalan sampai lari-lari bahkan sampai bisa berbicara, membaca dan menulis serta berhitung, pada perkembangan ini anak mengembangkan aspek psikomotorik dan kognitif untuk bisa dan mampu jalan dan bergerak menggunakan kaki dan tangannya pikirannya.

Melihat kondisi perkembangan pada anak menurut piaget perkembangan terbagi menjadi 4 tahap 1). Sensori motorik (usia 0-2 tahun), pada perkembangan ini panca indra anak sangat peka dan pengaruh pada diri anak tentu sangat besar efeknya, keinginan terbesarnya ialah ingin memegang, menyentuh karena ada dorongan untuk mengetahui dan mengikuti reaksi dari perbuatannya. Tahap 2). Pra-operasional (usia 2-7 tahun) pada usia ini anak menjadi ‘egosentris’ sehingga terkesan individual, pelit sesuai keinginannya ia tidak bisa melihat dari sudut padang orang lain yang ada disekelilingnya. 

Anak saat usia ini memiliki kecendrungan untuk meniru, berbuat dan bertindak seperti apa yang ia lihat, dengar baik melalui aktivitas langsung (kontak mata/melihat) ataupun tidak langsung (pendengaran) tiap hari melalui tayangan-tayangan TV, film maupun gambar-gambar yang ada maupun informasi yang diterima anak. Saat usia ini anak juga sudah mulai mengerti motivasi dan keinginan bagaimana cara berpikir yang sistematis. Tahap ke 3). Operasional kongkrit (usia 7-11 tahun) pada saat ini anak meninggalkan ‘egosentris-nya’ dapat bermain dalam kelompok dengan mengikuti aturan kelompok (bekerjasama), anak sudah mengerti dan memahami motivasi dan mengerti hal-hal yang sistematis. Selanjutnya tahap 4). Operasional formal (usia 12-hingga seterusnya) pada usia ini pengajaran pada anak pra-remaja menjadi sedikit lebih mudah, karena mereka sudah mengerti konsep dan dapat berpikir baik secara konkrit maupun abstrak serta mampu membedakan antara yang baik dan tidak baik, sehingga tidak perlu menggunakan alat peraga bahkan mereka mampu melakukan tindakan menggunakan akal pikiran yang logis bahkan sistematis (John W. Santrock).

Ada banyak alasan mengapa kita harus mengidentifikasi dan mengembangkan kemampuan anak sejak dini/dasar. Di antara alasan tersebut adalah sebagai berikut: (Parenting Research Centre. 2003)
  1. Jika orang tua, guru dan pengasuh mengetahui kemampuan anak, maka mereka akan dengan mudah menemukan cara-cara baik dan benar bagi mereka untuk menunjukkan kemampuan-kemampuan tersebut pada anak.
  2. Jika orang tua, guru dan pengasuh tidak mengetahui kemampuan anak mereka, maka besar kemungkinan mereka akan kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki anak dan kehilangan kesempatan untuk meningkatkan penguasaan anak pada area kemampuan baru.
  3. Jika anak mencoba melakukan sesuatu yang baru di dalam suatu bidang kemampuan, dimana mereka memiliki potensi dan bakat, besar kemungkinan mereka akan berhasil menguasai bidang kemampuan tersebut.
  4. Keberhasilan dalam menguasai suatu bidang kemampuan secara tidak langsung akan meningkatkan rasa percaya diri anak.
  5. Keberhasilan anak dalam menguasai suatu bidang kemampuan juga dapat meningkatkan pandangan positif terhadap anak dari orang-orang sekitar.
  6. Anak akan merasa senang melakukan suatu kegiatan, yang mereka kuasai secara baik dalam bidang keterampilan tersebut.

Pola didik yang benar akan berpengaruh pada karakter anak ketika ia dewasa dan menjadi manusia, apa ia siap dan mampu menerima lingkungan sebagai sahib ataukah musuh yang menjadikan ia tidak nyaman dan bahkan momok yang menyeramkan bagi anak. Maka dari itu proses pendidikan yang harus diberikan bagi anak haruslah tepat dan benar sehingga anak tidak menjadi korban dalam hal ini pola asuh serta pendidikan yang menjadikan anak haus akan belajar dan senang dimanapun ia berada, yang pada akhirnya anak menemukan dunianya sendiri tanpa harus menyelami dunia orang tua yang dipaksakan pada anak yang pada akhirnya anak memiliki dendam psikologis karena dapat paksaan dari orang tua.

Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang sesuai dengan jamannya sebagaimana risalah yang disampaikan utusan tuhan bahwa ajarilah anakmu pengetahuan pada jamannya, ini mengindikasikan bahwa sejatinya pendidikan tepat dan benar merupakan pendidikan yang diberikan sesuai dengan porsi dan tuntutan serta perkembangan jaman anak, bukan malah sebaliknya yang mana pendidikan orang tua pada jamannya diberikan pada anak. Melihat realitas yang ada dan berkembangan dalam dunia sekarang ini perlulah bahwa orang tua harus cermat dalam mendidik dan mengarahkan potensi anak baik soft skill maupun hard skill yang bisa dikembangkan dari 9 kecerdasan manusia antara lain: intelligence of word (kecerdasan mengolah kata), intelligence of logic (kecerdasan logika), intelligence of visual (kecerdasan visual), intelligence of music (kecerdasan musikal), intelligence of physical (kecerdasan fisik), intellegensi of people (kecerdasan intrapersonal), intelligence of self (interpersonal), intelligence of nature (kecerdasan natural), intelligence of existence (kecerdasan intuitif) (Munif Chotib: 2012).

Refrensi:
Jane P. Perry, Outdoor Play: Teaching Strategies with Young Children. Columbia University: Teachers College. 2001.
Munif Chotib. Orangtuanya Manusia: Melejitkan Potensi Dan Kecerdasan Dengan Menghargai Fitra Setiap Anak ( Bandung: Pt. Mizan Pustaka, 2012)
Papalia, Diane E, Etc. 2008. Human Development (Psikologi Perkembangan, terjemahan A. K. Anwar). Jakarta: Kencana Prenada Media
Parenting Research Centre. (2003). Systematic use of daily interaction.  Melbourne: Australia. 
Spencer, Elizabeth Patricia, at.all. Advances in the Spoken Language Development Deaf and hard –o-Hearing Children. New York: Oxford University Press. 2006
W. Santrock, John. Child Development. Americas. New York: Mcgraw-Hill.

By: Taseman