Bagaimana Penanganan Anak Usia Dini Dengan Gangguan Bahasa?
Ada empat kemampuan individu dalam berbahasa, yaitu kemampuan membaca, kemampuan menulis, kemampuan mendengar atau menyimak,serta kemampuan berbicara. Keempat kemampuan tersebut harus dimiliki oleh individu agar dapat berkomunikasi dengan orang lain. Kemampuan bahasa yang pertama harus di kuasai oleh individu adalah kemampuan berbicara.
Berbicara merupakan kemampuan utama yang harus dimiliki oleh setiap individu untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain. Kemampuan berbicara akan berkembang seiring dengan semakin bertambahnya usia, tentunya semua orang tua akan sangat merasa bangga jika anak-anak mereka dapat memiliki kemampuan berbahasa secara normal, namun kenyataanya di usia anak ada yang mengalami gagguan dalam berbahasa. Umumnya gangguan bahasa yang di alami dalam anak usia dini adalah gangguan gagap dan gangguan bahasa reseptif dan ekspesif.
Gangguan gagap
Penyebab gagap pada umumnya dapat dijumpai pada anak yang berusia dua tahun saat mereka belajar berbicara. Pada usia tersebut kecepatan berbicara mereka tidak selalu bisa mengikuti kecepatan berfikirnya. Sehingga menyebabkan mereka menggulang kata-kata tertentu sampai ia menemukan kata yang dia lampaui, barulah setelah lima tahun anak itu tidak lagi berbicara dengan gagap atau terbata-bata.
Sagita Zakia Putri menjelaskan bahwa gagap dapat disebabkan oleh faktor genetik. Menurut data yang dipublikasikan dalam www.kidshealth.org terungkap bahwa sekitar 60 % anak yang gagap memiliki keluarga terdekat yang juga pernah mengalami kegagapan. Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa penyebab lain dari gagap adalah karena gangguan pada otak kanan anak usia dini yang berhubungan dengan kemampuan linguistic yang dapat mengganggu koordinasi verbal dan waktu serta irama ucapan kata yang dihasilkan. Keadaan lainnya yang dapat menyebabkan anak gagap adalah karena perubahan lingkungan seperti saat ia harus pindah ke rumah baru atau ke lingkungan baru yang menjadikan ia menyesuaikan diri dengan dengan lingkungan barunya dalam kehidupan kesehariannya.
Untuk mengetahui anak usia dini yang menggalami gangguan gagap kita dapat mengamati geja-gejalanya sebagai berikut :
1. Anak sudah berusia lima tahun,tetapi masih gagap.
2. Gagap pada anak yang sudah berusia lima tahun sudah terjadi lima bulan.
3. Penggulanggan berlebihan pada satu atau beberapa kata.
4. Meningkatnya frekuensi penggulanggan suku kata atau bunyi tertentu.
5. Meningkatnya perpanjangan kata.
6. Anak terlihat sulit sekali berbicara di tunjukkan mukanya yang memerah.
Dapat disimpulkan anak yang mengalami gangguan gagap yaitu ketika ia menggalami ketidaklancaran saat berkata dalam bentuk pengulangan konsonan, suku kata, atau kata dengan frekuensi pengulangan yang tinggi diusia 5 tahun 6 bulan. Penanganan terhadap anak yang gagap tentulah bukanlah perkara yang mudah bagi orang tua dan pendidik PAUD . Anak yang mengalami gagap menyebabkan mereka mengalami kesulitan dalam bersosialisasi baik dengan keluarganya, teman sebayanya, maupun orang lain disekitarnya. Akibatnya, hal itu menjadikan mereka merasa minder saat bermain dengan temannya, tidak percaya diri, sangat pemalu, suka menyendiri, dan sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan sosial.
Sagita Zakiyah Putri mengungkapkan bahwa setidaknya ada sebelas upaya yang dapat dilakukan oleh orang tua dan pendidik PAUD dalam menangani gangguan gagap pada anak usia dini :
1. Hindari untuk menyuruh anak untuk selalu berbicara dengan tatanan bahasa yang benar.
2. Manfaatkan waktu makan bersama di rumah atau waktu istirahat di sekolah untuk melatih kelancaran berbicara anak. Hindari berbagai hal yang mungkin dapat mengganggu langka ini.
3. Hindari selalu mengkritik dan mencela anak.
4. Beri kesempatan pada anak untk berbicara saat ia merasa tidak nyaman lagi untuk berbicara. Hindari pemaksaan pada anak yang mengalami gangguan gagap meskipu tujuannya agar ia enjadi lancer dalam berbicara.
5. Hindari menyuruh anak untuk mengulangi kata-kata yang telah diucapkan meskipun bertujuan agar ia dapat mengucapkan kata-katanya dengan lancer. Karena hal itu menyebabkan anak menjadi tidak nyaman dan bosan dalam melatih berbicara.
Gangguan Bahasa Reseptif dan Ekspresif
Gangguan Reseptif diistilahkan dengan kesulitan menerima, dimana anak mengalami kesulitan untuk mengerti apa yang dikatakan oleh orang lain walaupun sebenarnya mereka dapat membuat diri ereka sendiri menjadi mengerti tentang apa yang disampaikan. Gangguan Ekspresif diistilahkan dengan kesulitan berekspresi, dimana anak dapat memahami apa yang dikatakn orang lain, tetapi sulit untuk menempatkan kata secara bersama-sama untuk membalasnya.
Gejala-gejala yang menunjukkan bahwa anak itu mengalami gangguan reseptif dapat diketahui sebagai berikut :
1. Anak tidak kelihatan sedang mendengarkan lawan bicaranya pada saat ,ereka diajak untuk berbicara.
2. Anak krang memberikan respons maupun tanggapan saat dibacakn buku cerita oleh orang lain.
3. Anak tidak mampu memahami suatu kata maupun kalimat yang rumit.
4. Anak tidak mengikuti insruksi secara lisan dengan baik.
Sementara gangguan bahasa ekspresif, secara klinis ditemukan gejala-gejalanya sebagai berikut :
1. Sama sekali tidak mau berbicara kepada orang lain,
2. Perbendaharaan kata yang jelas terbatas.
3. Membuat kesalahn dalam kosakata.
4. Mengalami kesulidalam mengingat kata-kata atau membentuk kalimat yang panjang.
5. Memiliki kesulitan dalam pencapaian akademik, dan komunikasi sosial, terapi pemahaman bahasa anak tetap relatif utuh.
Gangguan bahasa ekspresif ini menjadi jelas pada saat anak kira-kira berusia 18 bulan, disaat anak tidak bisa mengucapkan kata dengan spontan. Dapat juga terjadi karena trauma otak dikarenakan masalah perkembangan.
Penanganan terhadap anak yang mengalami gangguan reseptif dapat ditangani oleh para orang tua dan pendidik PAUD dengan cara berikut :
1. Saat berbicara dengan anak, hendaknya menatap matanya dan disertai dengan senyuman. Hal ini menyebabkan anak merasa dihargai dan dapat memotivasinya.
2. Sering membacakan cerita-cerita pendek yang yang menarik.
3. Dapat merangsang pendengaran dengan mengajak mereka bernyanyi.
4. Dapat mengenalkan sesuatu yang baru dan yang belum diketahuinya.
Kemudian, ada tiga pendekatan yang dapat menangani anak yang mengalami gangguan bahasa ekspresif antara lain :
1. Pendekatan Task Analysis untuk meningkatan kemampuan bahasa anak dengan cra menganalisis arti kata, struktur bahasa, dan fungsi bahasa.
2. Pendekatan perilaku dilakukan dengan melakukan perubahan perilaku berbahasa dan berkomunikasi dengan memerhatikan interaksi interpersonal anak.
3. Pendekatan minat dengan memanfaatkan minat tersebut untuk merangsang kemampuan berbicaranya.
DAFTAR PUSTAKA
Ardy, Novan Wiyani, 2014. Penanganan Anak Usia Dini Berkebutuhan Khusus. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta.
By: ROHMATUL LAILIYAH