Perkembangan sastra anak
Anak kecil sama halnya dengan orang
dewasa, rasa ingin tahunya begitu besar untuk mngenal lingkungan disekitarnya.
Anak kecil jika belom sekolah atau masih bisa dikatakan batita sering bertnya
terhadap orngtuanya atau orang disekelilingnya misal keluarga. Selain menjawab
pertanyaan dari anak, orangtua juga sering mendongengi atau bercerita pada saat
sebelum tidur, dan terkadang orang tua jika lagi bersantai dengan anak mereka
memberikan pertanyaan-pertanyaan terhadap anak seperti tentang kehidupan anak
hari itu juga atau tentang pelajaran dan lain sebagainya. Dengan hal itu anak
akan senang dengan bercerita dan memberikan beberapa pertanyaan kepada orang
tua atau keluarga.
Pada saat anak mulai bercerita atau
memberikan pertanyaan, anak belum bisa memilih atau memilah bahasa yang baik
untuk dirinya, mungkin menggunakan
bahasanya sendiri. Supaya anak mendapatkan bahasa yang baik dan benar dan
mendapatkan bacaan yang sesuai dengan dirinya. Kita sebagai orang terdekat
harus memperhatikan bacaan sastra yang digunakan sehari-hari oleh anak. kareana
bacaan sastra terhadap anak sangat berperan penting dalam menunjang pertumbuhan
dan perkembangan terhadap anak. Pemilihan bacaan juga haruslah mempertim-
bangkan faktor budaya karena anak dibesarkan dan belajar tidak dalam kevakuman
budaya (Edwards, 2004:89)[1].
Lingkungan yang dapat mempengaruhi anak adalah kebiasaan, perilaku verbal dan
nonverbal, dan lain lain dengan menirukan secara kokret terutama dilingkungan
keluarga. Untuk itu kelurga harus lebih berhat-hati dalam pemilihan bacaan,
karena anak itu sensitif sekali dan mudah menirukan.
Sastra anak diyakini sebagai
kontribusi yang besar untuk perkembangan anak agar kepribadian anak dalarn
proses menuju kedewasaan agar menjadi manusia yang memiliki jati diri yang jelas[2]. Ahli
pakar pendidikan dan psikologi perkembangan bertutur mengenai perkembangan anak
yang harus dipahami jika seseorang yang ingin lebih dekat atau ingin menguasai dunia
(sastra) anak. Dengan hal itu, banyak sastra anak yang dapat dijumpai hingga saat
ini belum dapat mengaplikasikan dunia anak dengan segala kompleksitasnya. Oleh
karena itu cenderung membuat anak-anak mempunyai arti yang salah pada isi
cerita, yang paling terhadap nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya. Ada beberapa sebab yang perlu diketahui dalam
membuat sastra anak ini. aspek yang utama yaitu mengenai kelengkapan struktur,
kedua adalah dapat melanda perwujudan jalan cerita dari tema yang telah
ditentukan. Dua hal tersebut perlu dipelajari dengan mendalam, yang paling
utama mengenai sudut pandang psikologi perkembangan anak.[3]
Sastra mempunyai fungsi yang paling
penting dalam dunia pendidikan, dengan hal itu dapat membimbing kepribadian anak dan
perkembangan anak. Artinya, sastra dapat diyakini mengantongi bagian yang tidak
kecil dalam usaha membentuk dan mengembangkan kepribadian anak. apabila
dimanfaatkan secara benar dan dilakukan dengan kebijakan yang benar pula,
sastra diyakini mampu peran dalam pengembangan manusia yang sepenuhnya dengan
cara yang membanggakan. Akan tetapi, usaha membentuk kepribadian terbilang
lewat kesastraan berproses secara tidak langsung dengan bagaimana halnya
pengkajian etika, norma agama, budi pekerti, atau yang lain. Sastra.[4]
Dalam tahapan perkembangan kejiwaan
anak mempunyai keistimewaan yang berbeda, dengan itu berarti harus berbeda lagi
penerimaan anak terhadap buku bacaan yang dihadapi. Penjelasan di bawah mencoba
mengeluarkan tahapan perkembangan diri siswa yang mencakup perkembangan intelektual,
moral, personal dan moral, bahasa, dan pertumbuhan konsep cerita (Bra dy,
1991:28–37; Huck dkk, 1987:52–63). setiap proses memiliki karakteristik yang
berbeda, walaupun tidak dalam penafsiran yang bertentangan, sejalur dengan perkembangan
tingkat kesiapan anak. Hal ini dapat membawa dampak logis dengan adanya keunikan
yang juga berbeda dengan teks atau tulisan yang dinyatakan sesuai (matching)
dengan tiap tahap yang dimaksud.[5]
Berikut adalah tahapan perkembangan anak:
1.
Perkembangan Emosional
Anak yang belum bisa berbicara
sepenuhnya hanya satu dua kata, bertepuk-tepuk tangan dan bernyanyi atau
menirukan orang yang disekeklilingnya. Perihal
ini dapat kita mengerti bahwa sastra lisan yang berupa nynyian,
berbicara dan lagu dapat merangsang kegembiraan anak dang merangsang anak.
Kondisi ini juga dapat memberikan kesadaran bahwa anak tersebut dicintai dan
diperhatikan.
Pertumbuhan anak selanjutnya mampu menafsirkan
isi cerita, baik yang didapat lewat
pendengaran. Karena dengan membaca
buku cerita itu anak dapat belajar bersikap dan bertingkah laku secara benar.
Melalui teks cerita itu anak akan belajar dengan apa mengolah emosinya agar
tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Kepandaian seseorang mengolah emosi
istilah yang dipakai yaitu Emotional Quotient (EQ) yang analog Intelegency
Quotient (IQ),juga Spiri- tualQuotient (SQ) dewasa ini dipandang sebagai aspek
personalitas yang besa rpengaruhnya bagi kesuksesan hidup, bahkan diyakini
lebih berperan daripada IQ.[6]
2.
Perkembangan Intelektual
Ikatan yang dibangun bermakna perkembangan
alur pada umumnya berupa hubungan sebab akibat yang berarti suatu peristiwa yang
teIjadi akibat atau mengakibatkan terjadinya peristiwa (peristiwa) lain. Agar dapat
mencerna sebuah cerita, anak harus dapat menalar ikatan tersebut. Hal ini
memberikan arti sebagai langsung atau tidak langsung anak untuk "mempelajari"
Keadaan ini mengartikan bahwa
langsung atau tidak langsung anak "mempelajari" ikatan yang terbangun
itu, atau bahkan dapat mengritisinya hanya saja anak mempersoalkan argumen
gerakan tokoh, reaksi tokoh, menyesalkan gerakan tokoh, dan lain sebagainya yang
memiliki nuansa "mengapa". Seharusnya melalui bacaan yang dihadapinya itu arah
kecerdasan anak ikut aktif, serta berperan, berarti gambar penafsiran dan pengkritisan
cerita yang berhubungan. Maksudnya bersama membuat rutinan kegiatan membaca cerita
itu tahap kecerdasan anak juga ikut dikembangkan.[7]
3.
Perkembangan Imajinasi
Imajinasi anak ikut tumbuh sejalan dengan
bersama larutnya segala isi pada cerita yang sedang dibaca. Anak akan secepatnya
melihat dunia dengan sudut pandang baru. Khayalan anak dapat
berinteraksi secara istimewa dengan daya cipta anak tersebut. Karena imajinasi
dan khayalan karya-karya besar, teori besar, bermunculan didekat kita semua.
Dengan ini imajinasi akan memancing tumbuh dan kembangnya kreativitas.
Imajinasi dalam artinya jangan hanya dipahami sebagai khayalan atau daya khayal
saja, hanya lebih menunjuk pada pengertian creative thinking, ide yang kreatif,
ia akan bersifat produktif. sebab itu, sejak dini potensi anak yang digali
sangat amat penting harus memberikan wadah agar dapat berkembang secara maksimal misalnya
lewat penyediaan bacaan sastra.
4.
Pertumbuhan Rasa Sosial
Di dalam aktivitas yang dilakukan
anak bakal mengerti bahwa ada orang lain di luar selain dirinya, juga mengerti
akan ada manusia yang saling membutuhkan. Kespercayaan manusia harus dalam
kebersamaan, rasa tertarik dalam
kebersamaan masuk dalam kelompok, sudah mulai membentuk kebersamaan ketika anak berumur 3-5 tahun, dan kesadaran
ada orang lain di luar dirinya bahkan sudah ada sebelurnnya.
Kepahaman anak masuk dalam kelompok
terjadi ketika anak semakin besar searah dengan perkembangan usia. Apalagi
akibat dari kelompok dan kehidupan bermasyarakat juga akan semakin besar dalam
pengaruh lingkungan di keluarga, contohnya dalam perilaku baik dan buruk. Anak
pada umur 10-12 tahun sudah memiliki cita rasa keadilan serta peduli kepada
orang yang lebih tinggi. Teks cerita sastra yang "mengaplikasikan"
aktivitas bersosial dengan baik dapat menjadikan sebagai wadah untuk bertingkah
laku sosial kepada anak dengan aturan sosial yang berlaku.[8]
5.
Pertumbuhan Rasa Etis dan Relegius
Demonstrasi kehidupan yang secara
konkret diwujudkan dalam bentuk tingkah laku tokoh, di dalarnnya juga
terkandung tingkah laku yang menunjukkan sikap etis dan religius. Sebenamya,
dalam sebuah cerita keseluruhaspekpersonalitas manusia ditampilkan,
hanyamasalahnyaaspek manayang mendapat penekanan sehinggatampakdominan.
Dalamcerita yang dirnaksudkanuntuk menunjang perkembangan perasaandansikap etis
dan religius, kedua aspek tersebut akan terlihat dominan.
Nilai-niIai sosial, moral, etika,
dan religius perlu ditanarnkan kepada anak sejak dini secara efektif lewat
sikap dan perilaku hidup keseharian. Hal itu tidak saja dapat dicontohkan oleh orang
dewasa di sekeliling anak. melainkan juga lewat bacaan cerita sastra yang juga
menampilkan sikap dan perilaku tokoh. Contoh sikap dan perilaku tokoh cerita yang
diberikan kepada anak, lewat cerita ibu atau membaca sendiri jika sudah bisa,
dapat dipandang sebagai salah satu cara penanarnan nilai-nilai tersebut kepada
anak. Pada umumnya anak akan mengidentifikasikan diri dengan tokoh- tokoh yang
baik itu, dan itu berarti tumbuhnya kesadaran untuk meneladani sikap dan
perilaku tokoh tersebut.[9]
6.
Eksplorasi dan Penemuan
Dalarn perjalanan kekreativitasan anak
dibawa dan dibuat agar dapat berfikir kritis dan marnpu melakukan penemuan dan
penelitian bagaimana solusi yang diberikan. Hal ini cerita siswa dibiasakan untuk
mengkritisinya, contoh ikut menebak sesuatu
dalarn cerita tersebut, memberikan bukti-bukti, alasan bertindak,
menemukan solusi jalan keluar kesulitan, dan lain-lain terrnasuk mengira bagaimana
jalan keluar kisahnya memeiliki ide secara logis dan kritiss melalui eksplorasi
dan penemuan dalam bacaan cerita sastra.[10]
7.
Perkembangan Bahasa
Memperoleh bahasa anak tersebut
membantu dan mempercepat melalui bacaan sastra. Bacaan sastra buat anak yang
baik adalah yang jenjang kesulitan bahasa masih didaIarn pencapaian anak hanya
bahasa yang terlalu sederhana bagi usia tertentu, baik kosakata maupun struktur,
justru yang kurang dari tingkat kekayaan bahasa anak. Penambahan kemahiran
bahasa anak harus lebih dipahami dan
dipandang tidak hanya kosakata dan struktur, tetapi lebih menyangkut keempat ketingkatan
berbahasa yang baik secara aktif dan reseptif (mendengarkan dan membaca) aktif produktif
(berbicara dan menulis) agar dapat mendukung aktivitas komunikasi dalam
sehari-hari. Memperkenalkan kesastraan kepada anak terutama di sekolah
sebaiknya mengaitkan keempat bahasa dengan strategi yang dikreasikan sendiri
oleh guru secara kontekstual.[11]
8.
Pengembangan Nilai Kehidupan
Salah satu
bentuk seni, sastra mempunyai aspek keindahan. Keindahan itu didalam puisi
yaitu dapat dicapai melalui permainan bunyi, kata, dan makna. dengan permainan
bunyi dan kata itu bahasa yang repetitif dan melodius, dan juga untuk penyampaian
makna tertentu, misal makna tentang dunia. sebagaimana tentang dunia itu
sengaja diaplikasikan ke dalam kata-kata terpilih sehingga dapat menciptakan
efek keindahan, Keindahan dalam genre cerita fiksi antara lain dapat dicapai
melalui pelayanan cerita yang memiliki daya tarik tinggi, "dahsyat",
dan diungkapkan melalui bahasa yang tepat. Tahap bahasa itu mampu memberikan
hidupnya cerita, mendukung ekspresi sikap dari perilaku tokoh, mendukung
gagasan tentang dunia yang disampaikan, dari aspek bahasa itu sendiri juga dipilih
kata, struktur, dan ungkapan yang tepat. Cerita menjadi indah karena isi
kisahnya mengharukan dan dikemas dalam bahasa yang menyenangkan.[12]
9.
Penanaman Wawasan Multikural
Karena kita hidup dalam masyarakat yang
majemuk kesadaran bahwa Ada budaya lain selain budaya sendiri, analog dengan
kesadaran bahwa ada orang lain selain diri sendiri, hams sudah ditanamkan dalam
diri anak sejak dini. Untuk maksud itu, selain adanya berbagai pertimbangan yang
lain, kita juga perlu memilih buku bacaan cerita yang mendemonstrasikan adanya
perbedaan budaya tersebut lewat sikap dan perilaku tokoh. Buku-buku sastra anak
terjemahan kini membanjir di pasaran, dan paling terkenal adalah serial Harry
Potter. Karena berlatar dan bertokoh orang dari negara lain, ia tentu berbeda dengan
buku-buku yang dengan latar dan tokoh orang Indonesia. Menurut Norton &
Norton (1994:355), aktivitas pembacaan buku sastra komparatif merupakan cara
dan sumber penting pembelajaran wawasan multikultural karena ia akan
memberanikan anak untuk mengidentifIkasi dan mengapresiasi kemiripan dan perbedaan
lintas budaya.[13]
10. Penanaman
Kebiasaan Membaca
Pentingnya budaya membaca juga telah
ditegaskan Taufik Ismail (2003).
Dalam tulisan yang berjudul Agar Anak
Bangsa Tak Rabun Membaca Tak Pincang Mengarang' (2003:9), ia mengatakan
peradaban bangsa ditentukan oleh penanaman literasi buku. Di sekolah yang
dimulai lewat buku sastra Jadi, sastra diyakini mampu memotivasi anak untuk suka
membaca, mampu mengembalikan anak kepada buku. Tentu saja hal itu harus
diusahakan dan difasilitasi dengan baik. Misalnya, dengan penyediaan buku
bacaan yang baik dan menarik di sekolah. Contoh kasus yang luar biasa ektrem
adalah respon anak pada novel HarryPotter (JK. Rowling). Buku serial (kini
telah sampai seri ke-5) yang tebalnya antara 600-an sampai 800- an halaman itu
ternyata amat digemari oleh anak-anak dan dewasa dan menimbuIkan "histeria"
di seluruh dunia Di tengah gencamya game-game playstation dan hiburan elektronika
dewasa ini, ia mampu mengembalikan anak-anak ke buku. Dalam sehari setiap kali
serial HarryPotter mulai dijual di toko-toko buku selalu ludes pada kesempatan
pertama. Di hari pertama HarryPotter seri kelima mulai dijual, (pada bulan Juni2003),
langsung laku lima juta eksemplar (Nurgiyantoro, 2003:42). Jika anak-anak
Indonesia mau ikut berlomba membaca buku seperti anak-anak lain di dunia itu,
alangkah cerah masa depan mereka dan Indonesia.[14]
[1] D A N Pemilihan and Bacaan Sastra, “Tahapan
Perkembangan Anak Dan Pemilihan Bacaan Sastra Anak,” no. 2 (2005): 197–216,
https://doi.org/10.21831/cp.v0i2.369.