Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kedudukan Madrasah Sebagai Sistem Pendidikan Nasional

Otonomi yang diberikan kepada Kementerian Agama untuk mengelola madrasah menandai iktikad baik (good will) pemerintah untuk mencoba mengintegrasikan madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional, namun usaha yang dimulai sejak dekade 1970-an hingga 1980-an, agaknya tidak sederhana, karena secara konstitusional pendidikan masih diatur oleh UU No. 4 tahun 1950 jo No. 12 tahun 1954 yang mengabaikan pendidikan madrasah.
Kedudukan Madrasah Sebagai Sistem Pendidikan Nasional

Fenomena tersebut memunculkan reaksi keras umat Islam yang segera disadari oleh pemerintah Orde Baru, berkaitan dengan Kepres 34/1972 dan Inpres 15/1974, pemerintah kemudian mengambil kebijakan yang lebih operasional dalam kaitannya dengan madrasah, yaitu melakukan pembinaan mutu pendidikan madrasah. sejalan dengan upaya meningkatkan mutu pendidikan madrasah inilahpada tanggal 24 Maret 1975 dikeluarkannya kebijakan berupa Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri yang ditandatangani oleh Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri dalam Negeri. Kelahiran SKB tiga menteri ini untuk mengatasi kekhawatiran dan kecemasan umat Islam akan dihapuskannya sistem pendidikan madrasah sebagai konsekuensi Kepres dan Inpres di atas. SKB tersebut  dipandang dapat memberikan pengakuan eksistensi madrasah, juga memberikan kepastian akan berlanjutnya pembentukan sistem pendidikan nasional yang integratif.

Integrasi madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional  menemukan momentumnya pada akhir dekade 1980-an, ketika pemerintah mengesahkan UU No. 2/1989 tentang sistem pendidikan nasional. Undang-Undang ini mencakup ketentuan tentang semua jenis dan jalur pendidikan. Jika pada Undang-undang sebelumnya pendidikan nasional bertumpu pada sekolah umum, pada UUSPN pendidikan nasional mencakup jalur sekolah dan luar sekolah, serta jenis pendidikan akademik, pendidikan profesional, pendidikan kejuruan, dan pendidikan keagamaan yang secara eksplisit tidak mengatur secara khusus tentang pendidikan Islam, tetapi dalam prakteknya Undang-Undang ini juga memberikan ketentuan-ketentuan baru mengenai jenis dan kurikulum pendidikan Islam, khususnya madrasah. Implikasi penting UUSPN terhadap pendidikan madrasah dapat diamati pada kurikulum dan semua jenjang madrasah (MI/MTs/MA) sama dengan sekolah umum (SD/SLTP/SMU), namun kurikulum madrasah memiliki kelebihan dalam hal keagamaan.

Secara operasional, integrasi madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional dikuatkan dengan SK Menteri Agama No. 368 dan 369 tahun 1993 tentang penyelenggaraan MI dan MTs. Sementara tentang Madrasah Aliyah (MA) diperkuat dengan PP No. 29 tahun 1990, SK Mendikbud No. 0489/U/1992  yaitu MA sebagai SMU  berciri khas agama Islam. Pengakuan ini mengakibatkan tidak adanya perbedaan lagi antara SD/SLTP/SMU dan MI/MTs/MA yang memiliki kelebihan bidang keagamaan.

Dengan demikian integrasi madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional bukan merupakan integrasi dalam arti penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan, termasuk madrasah  mendapat pengakuan yang lebih mantap oleh Depdiknas, bahwa walaupun pengelolaanya madrasah dilimpahkan pada Depag, tetap mengacu pada tujuan, dasar, dan kurikulum pendidikan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang secara nasional, Depag memiliki kewenangan untuk mempola model dan proses pendidikan pada semua jenis dan satuan pendidikan keagamaan secara kreatif.