Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

BIPA sebagai Kerjasama Luar Negeri

Pembelajaran BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing) kini sudah sangat berkembang di dalam maupun di luar negeri. Hal ini menunjukkan adanya ketertarikan bagi pelajar yang ingin mempelajari bahasa Indonesia. Dan karena banyaknya lembaga-lembaga yang menjadikan BIPA sebagai suatu program, maka semakin antusias WNA (Warga Negara Asing) yang ingin mempelajari bahasa Indonesia. Menurut data yang tercatat dalam unpad.co.id  kurang lebih terdapat 72 negara di dunia yang mempelajari bahasa Indonesia (survei data tahun 2018).


Seiring dengan kemajuan yang telah dicapai oleh bangsa Indonesia di tengah era global sekarang ini, peran Indonesia dalam pergaulan antarbangsa juga telah menempatkan bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa yang dipandang penting di dunia. Kenyataan seperti itu telah menyebabkan banyak orang asing yang tertarik dan berminat untuk mempelajari bahasa Indonesia sebagai alat untuk mencapai berbagai tujuan, baik tujuan politik, perdagangan, seni-budaya, maupun wisata. 

Lembaga-lembaga baik akademik ataupun non-akademik mulai mendirikan pengajaran BIPA di dalam maupun di luar negeri, hal tersebut menjadikan BIPA mempunyai banyak sekali peluang dan harapan bagi siapa saja yang mau menekuni dan terlibat dalam program ini.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka artikel ini akan membahas tentang “Prospek BIPA (Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing)”.

BIPA sebagai Kerjasama Luar Negeri

Pelajar BIPA (orang asing) belajar bahasa Indonesia bukan untuk menjadi linguist bahasa Indonesia melainkan untuk mencapai tujuan tertentu. Belajar bahasa Indonesia bagi mereka hanyalah batu batu loncatan untuk mencapai tujuan tersebut. Tujuan tersebut berbeda-beda diantaranya untuk mengembangkan usaha di Indonesia, melakukan riset di Indonesia, membantu Pendidikan di Indonesia. Maka dari itu, BIPA juga merupakan hal yang sangat dibutuhkan untuk menunjang atau menjalin kerjasama luar negeri baik bagi pemerintah, perguruan tinggi, ataupun swasta. Namun realitanya saat ini adalah kita cenderung menjadi penunggu bola daripada harus menjemput bola tersebut.