Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cinta dan Kebenaran

Tatkala orang bicara cinta dan kebenaran sesungguhnya ia tengah mencari dan memilih "sesuatu" dalam hidup serta kehidupan. Salah mencari bisa tersesat lalu terjerumus. Was-was memilih menjadi ragu-ragu. Atau terlampau yakin cenderung gegabah. Bahkan, bisa terjebak rasa takabur lagi sombong. Tidak untuk ketiganya. Semua orang ingin menjadi orang yang benar, benar, dan benar.
Cinta dan Kebenaran

Adalah keniscayaan bahwa cinta dan kebenaran selalu menarik diperbincangkan, dinyanyikan, bahkan dilegendakan banyak orang di mana pun. Oleh karena sejatinya hidup berawal dari cinta, dan kehidupan menjadi menarik sebab keyakinan tentang kebenaran.

Hidup itu sendiri. Hanya kehidupan yang bersama-sama. Hidup ditentukan oleh diri sendiri. Kehidupan dapat ditentukan orang lain dan lingkungan. Setiap hidup berbeda. Cuma kehidupan yang bisa dan boleh diseragamkan. Hidup itu manunggal rasa. Hanya berbeda rupa berbeda warna.

Kalau ia garis hidup itu vertikal - kehidupan ialah garis horizontal. Pada dimensi bilangan, hidup itu nol. Maka kehidupan adalah angka-angka sesudahnya. Seandainya cinta itu zat ia tak berwarna. Maka kebenaran yang memberinya warna-warni. Ibarat tubuh cinta ialah darah yang mengaliri hidup. Sedangkan kebenaran kaki penyangga kehidupan.

Tidak ada kehidupan tanpa hidup. Bermanfaat dan mudharatnya hidup karena kehidupan.

Tak ada hidup tanpa cinta. Sia-sia kehidupan tanpa kebenaran. Demikian aneka unsur jalin-berjalin antara hidup, cinta, kehidupan, dan kebenaran. Aduhai, sesungguhnya siapa di balik makna (hakiki) cinta dan kebenaran dalam hidup serta kehidupan ini?

Konon, cinta ialah sesuatu berbentuk pengungkapan, perasaan, pengorbanan, pengertian, dan program.

Pertanyaan hipotesa adalah: (1) bagaimana dikatakan cinta, sedangkan kamu belum pernah mengungkapkan apa-apa; (2) bagaimana bisa mengatakan bahwa cintamu sungguh suci, sedangkan kamu tak punya perasaan apa-apa; (3) bagaimana disebut cinta, sementara kamu tak pernah berkorban apa-apa; (4) bagaimana bisa menerima cintanya, sedangkan kamu tidak punya pengertian apa-apa; (5) bagaimana mungkin cintamu disebut tulus dan ikhlas, sedangkan dirimu tak punya program apa-apa?

Dan kebenaran adalah sesuatu yang berbentuk penyelidikan, permasalahan, pembahasan, pengetrapan, atau tindakan, dan petunjuk.

Pertanyaan retorikanya: (1) bagamana mungkin sesuatu dianggap benar, sedangkan hal itu sama sekali belum pernah diselidiki; (2) bagaimana hal itu dapat dikatakan benar, sedangkan kamu belum mengerti permasalahannya; (3) bagaimana mungkin sesuatu dianggap benar, sedangkan sebelumnya hal itu tidak pernah dilakukan pembahasan; (4) bagaimana mungkin dikatakan benar, sedangkan kamu belum pernah mengetrapkannya; (5) bagaimana tindakanmu dikatakan benar, sedangkan langkah yang kamu tempuh tidak sesuai petunjuk?

Itulah cinta dan kebenaran. Tatkala mencarinya wajib melalui tata hukum yang dijalankan secara benar guna mengetahui sesuatu hal. Atau mengetahui dulu dengan benar hal ikhwal jalannya hukum sesuatu hal. Jangan dipenggal. Jangan pula diacak atau dibolak-balik. Itu satu rangkaian makna kalimat. Bisa menimbulkan kerancuan, stagnasi, distorsi, dan seterusnya. Dan, seringkali pemaknaan sepotong-sepotong cenderung ngawur dan mengada-ada.

Mereguk cinta dan kebenaran dalam hidup serta kehidupan butuh persyaratan, tata krama, atau kriteria logika. Oleh karena meraih cinta dan kebenaran jalannya ada dan lagi nyata. Bukan seperti mimpi. Ada tetapi tak nyata.

Cinta bukan soal perasaan belaka. Bukan masalah pengungkapan saja. Bukan perasaan saja. Bukan pula soal pengertian semata. Cinta butuh pengorbanan. Ia butuh program-program nyata. Demikian pula hal ikhwal kebenaran.

Ternyata ia bukan sekedar petunjuk pimpinan. Tidak pula fatwa para ulama. Atau doktrin-doktrin semata. Kebenaran butuh penyelidikan karena ada masalah sebelumnya. Kebenaran membutuhkan pembahasan. Dan, suatu kebenaran butuh penerapan tindakan sebagai bukti untuk meyakinkan bahwa hal itu memang benar adanya.

Menyatakan cinta tanpa ada kriteria dan persyaratan logika adalah gombal belaka. Seperti remaja dimabuk cinta cuma syahwat yang bicara. Ia akan berlalu saat kau terlena dibuai cinta. Menyebut kebenaran tidak dengan tata krama logika adalah dogma.

Apakah dogma ialah keyakinan yang diterima tanpa kritik tanpa selidik. Cuma soal waktu saja. Lambat laun dogma berubah basi di mana manfaatnya hanya sekedar mitos ataupun stigma. Letaknya dimulut berselimut gengsi dan kebohongan belaka.

Oleh karena itu janganlah berpindah dari suatu hal kepada hal lain sebelum kamu mengetahui hakikat kebenaran. Terutama kebenaran mencinta, dicinta, serta kebenaran dalam bercinta.

Sesuatu dikatakan benar adalah sesuatu yang bergerak menurut sifat dan tuntutan dari zamannya. Selain daripada itu masih belum dapat dikatakan benar secara mutlaq. Oleh karena sesungguhnya kebenaran itu berasal dari sang Dia, Rabb Yang Kekal Abadi.